Wahai Dosen, Berbicaralah dengan Bahasa Manusia !
Itulah
teriakan para mahasiswa kepada dosennya, yang mungkin nggak pernah
tersampaikan, dan saya yakin akan menjadi blunder kalau diungkapkan.
Kecuali bagi para mahasiswa yang memiliki kebebasan nilai IPK, kebebasan
pola pikir, kebebasan penelitian, kebebasan finansial dan kebebasan
ketergantungan serta ketaatan kecuali kepada satu yang Diatas. Mahasiswa
pedjoeang yang tetap mau mengatakan kebenaran meskipun itu sangat
sulit, pahit dan sakit. Tidak saya rekomendasikan, karena ungkapan
semacam “Sensei no jugyo wa sonna naiyo deshitara, i-me-ru de okutta hou ga yoi dewanai deshouka?” (kalau isi kuliahnya kayak gitu, lebih baik kalau anda kirimkan ke saya lewat email saja prof) :), saya jamin akan membuat nilai kita jadi Fuka alias tidak lulus.
Jangan dilakukan, cukup saya yang jadi korban harus mengambil mata
kuliah yang sama selama tiga tahun berturut-turut, sampai akhirnya harus
puas mendapatkan nilai Ka alias C dari sang
Professor. Professorku yang akhirnya jadi sahabatku dan membimbing
penelitianku, meskipun tetap tidak bisa menghilangkan cacat nilaiku
Mungkin itu salah satu tema diskusi ketika bertemu dengan teman-teman dosen di Puskom UNS Solo.
Workshop, meskipun dengan undangan mendadak, tapi bak wangsit yang
memberi tanda ke insting saya bahwa acara ini wajib saya datangi. Bukan
hanya karena telepon mbak Jatu yang merdu yang meminta saya untuk
sekalian mabid sambil ngisi liqo di UNS Solo hehehe, atau karena
kesabaran mas Kurnia yang ngejar kereta saya dari Boyolali dengan motor
bututnya, dan akhirnya berhasil menjemput saya jam dua pagi di Stasiun
Balapan Solo, dan juga bukan karena sodoran kertas untuk tanda tangan
dari mbak Asih Saya merasa perlu mengajak bapak ibu dosen untuk kembali memperhatikan mahasiswa kita.
Saya sebenarnya dalam keadaan kepenatan yang luar
biasa pada waktu itu. Dua hari di Yogyakarta, hari Selasa (19 Agustus
2008) di STMIK Amikom untuk memberi materi tentang kesiapan kerja wisudawan dan Rabu (20 Agustus 2008) ke Universitas Atmajaya Yogyakarta mbantu pak Irya ngompori dosen-dosen untuk membuat eLearning content.
Hari ketiga, perjalanan darat selama 5 jam antara Jogja-Purwokerto
meluluh lantakkan kekuatan saya, memporak porandakan kemampuan otak kiri
saya, membenamkan senyum saya sampai ke titik nadir (halah! ;)). Mandi,
sholat, sarungan, datangnya pesan perdjoeangan sang istri dan diskusi
dengan para prajurit saya, garda depan Romi Satria Wahono’s Army alhamdulillah membangkitkan kekuatan saya. Revolusi belum selesai bung, perdjoeangan harus tetap dilakukan! Alhamdulillah setelah acara seminar grand opening prodi Teknik Informatika
di Unsoed selesai, saya bergegas, meninggalkan kopi ginseng saya ke mas
Adnan (thanks om), meloncat ke kereta Bima yang merayap senyap menuju
kota Solo.
Kembali ke tema bahasan, saya mengajak bapak ibu
dosen di UNS Solo untuk mencoba memikirkan kembali hakekat kita ngajar.
Ngajar mahasiswa mengandung makna besar mendidik dan membina generasi
muda kita. Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, peran mahasiswa
selalu tercatat, menjadi garda depan perubahan, kontribusinya sangat
besar dan dominan. Mahasiswa adalah anasirut taghyir alias agen
perubahan yang akan mewarnai masa depan dan membentuk karakter suatu
bangsa. Bayangkan, pendidikan dan pembinaan orang-orang seperti itu
diserahkan ke kita, para dosen dan pendidik. Beban berat yang harus kita
pikul dan perlu perdjoeangan untuk melaksanakannya dengan
sungguh-sungguh.
Saya sempat melakukan studi kecil-kecilan, tentang
harapan mahasiswa kepada dosennya. Dosen seperti apa yang sebenarnya
mereka harapkan. Cukup menakjubkan, bahwa mahasiswa sangat jujur menilai
kita. Sebenarnya posting ini adalah satu otokritik kepada diri saya
sendiri, karena masih banyak karakter saya yang mungkin tidak diharapkan
oleh mahasiswa. Kalau kita simpulkan ada empat karakteristik dosen yang
diharapkan mahasiswa, dan jujur saja akan mereformasi dan mengantarkan
kita menjadi sosok Dosen 2.0
-
Memiliki Kemampuan Verbal: Pintar jangan untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Bahasa gampangnya, permintaan mahasiswa kepada kita supaya belajar untuk mengajar, dan bukan hanya belajar untuk diri kita sendiri. Dosen diharapkan punya keseimbangan dalam pengetahuan taksit (know-how dan pengalaman lapangan) dan pengetahuan eksplisit (tertulis di textbook dengan berbagai teoritikalnya). Beri mahasiswa lebih banyak pengetahuan taksit karena know-how dan pengalaman lapangan yang kita miliki akan membuka wawasan mereka lebih luas. Memanjang-lebarkan penjelasan ke bahasan yang sudah jelas bin cetho tertulis di buku akan membuat kuliah kita jadi kering, garing dan membosankan. Kebiasaan kita dalam menggunakan bahasa sulit dalam menjelaskan suatu hal juga dikritik, ditambah dengan nafsu untuk memasukkan semua materi kuliah ke slide presentasi. Jangan buat kacamata kita semakin tebal, itu harapan para mahasiswa Mari kita gunakan bahasa manusia yang baik dan benar, dosen datang untuk memahamkan ke mahasiswa, bukan untuk menambah pusing mahasiswa yang sudah pusing dengan tugas mandiri, UTS dan UAS
-
Memiliki Kemampuan Tulis: Kritikan paling tajam adalah kebiasaan kita menggunakan bahasa tulis ala paper yang dingin dan formal. Ngeblog adalah terapi yang sangat efektif mengatasi kelemahan kita yang tidak terbiasa menggunakan bahasa manusia dalam menulis. Posting artikel populer dalam bentuk journal pribadi yang banyak menggunakan ungkapan hati ala blog, akan mereformasi gaya tulisan kita. Menulislah dengan hati, karena kekuatan kata-kata kita akan memberikan motivasi tinggi kepada para mahasiswa dan mahasiswi. Jangan pernah nyontek tulisan orang lain karena itu akan blunder, membuat generalisasi negative image ke semua perilaku kita. Apalagi kalau menerapkan standard ganda dengan membuat tidak lulus mahasiswa yang melakukan copy-paste pada laporan tugas mandirinya. Kegiatan copy-paste mahasiswa kadang harus disikapi dengan bijak, mungkin mereka belum kita ajarkan tentang peraturan APA masalah pengambilan referensi dan pembuatan kutipan. Justru copy-paste yang dilakukan dosen dan pendidik adalah penghianatan besar, membuat damage yang sangat luas ke lingkungan dan kegiatan hina yang tidak termaafkan.
-
Open Mind dan Karakter Berbagi: Terbuka, jujur dan mau menerima kritik adalah sifat penting yang diharapkan mahasiswa ke dosennya. Karakter ringan tangan, senang berbagi ilmu dan project ;), mau bergaul dengan mahasiswa dan bahkan mendekati mereka dengan “bahasa mereka” adalah sifat yang menentramkan mahasiswa. Mahasiswa, selain sebagai murid, juga adalah teman, partner dan customer dari sang dosen. Janganlah dosen bersifat terlalu jaim, jayus apalagi jablai, karena itu akan membuat mahasiswa makin tidak simpatik. Kalau sudah nggak simpatik, sebaik apapun ilmu pengetahuan dan nasehat yang kita berikan akan hancur, musnah dan mahasiswa akan main hati (romi and the backbone) Mari kita menjaga hati mereka dan memberikan janji suci (romi and nuno) kepada para mahasiswa, “wahai para mahasiswaku, senyummu juga sedihmu, adalah hidupku“. Kalau perlu sebutkan dengan ikhlas, “akulah penjagamu, akulah pelindungmu, akulah pendampingmu, di setiap langkah-langkahmu (romi maulana, gigi)“. Dijamin mahasiswa kita pasti klepek-klepek dan mengatakan “everything i do, i do it for you sir …” Kadang mengikuti behavior mereka dengan membuat account friendster dan facebook juga bukan pilihan buruk. Meminta mereka membuat laporan dalam bentuk tulisan lewat fitur blog di friendster kadang saya lakukan untuk men-terapi mahasiswa-mahasiswa saya yang sudah sulit dikendalikan lewat cara konvensional
-
Memiliki Kemampuan Teknis: Cukup mengejutkan bahwa technical skill ternyata bukan hal utama yang diharapkan oleh mahasiswa ke dosennya. Sudah menjadi hal yang jamak bahwa kemampuan teknis khususnya yang berhubungan dengan pengetahuan eksplisit, sebenarnya bisa didapat dari berbagai literatur, buku dan ebook yang didapat dengan mudah oleh mahasiswa lewat internet. Dosen diharapkan oleh mahasiswa untuk jujur, kalau memang nggak ngerti ya bilang saja nggak ngerti, jangan malah muter-muter dan bikin pusing mahasiswa Perlu saya beri catatan khusus, pada jurusan computing, mahasiwa kita kadang punya technical skill yang lebih tinggi daripada kita, misalnya berhubungan dengan programming, troubleshoting, dan trend teknologi. Berkata tidak tahu, adalah suatu hal yang biasa dalam iklim pendidikan di kampus. Mengungkapkan akan mencoba mempelajari masalah itu dan dijadikan bahan diskusi pertemuan pekan depan, adalah jawaban dosen pedjoeang yang jujur dan bertanggungjawab. Sekali lagi, dosen nggak perlu keminter atau merasa lebih pinter daripada mahasiswanya untuk urusan skill teknis. Karakter dosen yang merasa menjadi newbie forever, selalu perlu belajar dan belajar lagi, selalu berdjoeang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, dan berusaha keras menyelesaikan masalah mahasiswanya, adalah karakter wajib, dan sifatnya tidak hanya wajib kifayah, tapi wajib ain
Untuk para dosen, sekali lagi, anak-anak muda, para
pembaharu dan penentu masa depan bangsa ada di depan kita. Kitalah yang
menentukan apakah mereka akan menjadi seorang pemimpin besar, mujaddid
besar, dan ilmuwan besar, yang akan memperbaiki republik ini. Dan jangan
lupa, bahwa bahwa kita jugalah yang akan membuat mereka menjadi
penjahat dan koruptor besar yang akan memporak porandakan republik ini.
Pilihan ada di tangan kita, para dosen.
Untuk para mahasiswa, beri kami kesempatan untuk
berbenah dan memperbaiki diri. Insya Allah kami akan berusaha menjadi
pembimbing dan pendidik yang baik untuk anda sekalian. Kami tidak
menginginkan apapun dari kalian semua, selain harapan supaya mahasiswa
tetap komitmen untuk belajar dan berdjoeang keras, serta pantang
menyerah. Hentikanlah sikap main-main, selalu jaga karakter serius dan
profesional dalam kegiatan berhubungan dengan tugas belajar. Bersikaplah
seperti layaknya seorang ksatria dan agen perubahan, yang akan
mengantarkan republik ini ke jalan yang lebih baik.
Tetap dalam perdjoeangan!
(*) Artikel ini juga diterbitkan oleh detik.com dengan judul yang sama dan redaksional yang sedikit berbeda
sumber:http://romisatriawahono.net/2008/08/25/wahai-dosen-berbicaralah-dengan-bahasa-manusia/
sumber:http://romisatriawahono.net/2008/08/25/wahai-dosen-berbicaralah-dengan-bahasa-manusia/
0 komentar:
Post a Comment